Menikah atau kuliah merupakan pilihan yang rumit bagi kebanyakan mahasiswa yang telah memiliki calon pasangan hidup. Mereka memiliki keyakinan masing-masing terhadap hal tersebut ada yang menginginkan terus melanjutkan kuliah tanpa menjalin suatu pernikahan, tidak sedikit pula yang memilih menikah sambil kuliah. Dari dua pilihan di atas tentunya memiliki kelebihan dan kekuranganya masing-masing. Bagi yang memilih untuk menikah sambil kuliah tentunya harus mampu mengatur waktu, yaitu waktu untuk belajar dan waktu untuk pasanganya. Kelebihanya, mereka sudah tidak lagi membawa beban perzinahan apabila melakukan hal apapun terhadap laki-laki atau wanita pilihanya.
Berbeda dengan yang pertama, masalah yang satu ini bisa menjadi penghalang bagi pihak pemuda dan pemudi. Mungkin seorang sudah bekerja atau sudah memiliki prinsip untuk mencari kerja setelah menikah, namun ia ragu untuk menikah gara-gara belum lulus kuliah. Bisa jadi pula yang memiliki alasan seperti ini, sang pemudi pujaan hatinya, bayangan kuliah sambil menikah baginya tampak menyeramkan. Kuliah sambil mengurus diri sendiri ajah udah repot apalagi jika harus ditambah tanggung jawab mengurusi orang lain (betul tak…???) di tambah kalau si buah hati sudah lahir dan belum juga lulus kuliah, tampaknya akan tambah repot.
Sebenarnya nikah itu tidak selalu mengganggu kuliah kok, justru hadirnya pendamping hidup baru bisa menambah semangat untuk belajar. Bisa jadi, sebelum menikah malas belajarnya, ketika setelah menikah justru tambah semangat dan tambah rajin untuk belajar. Tidak sedikit yang mengalami perubahan demikian, apalagi secara peraturan akademik seorang mahasiswa sudah diperbolehkan untuk menikah, diharapkan dapat menyadari bahwa hidup berkeluarga adalah berbeda dengan hidup sendirian. Tidak pantas jika seseorang yang sudah menikah tetap bebas, lepas menelantarkan keluarganya sebagaimana dahulu biasa ia lakukan ketika masih lajang. Orang yang menikah sambil kuliah juga harus pandai-pandai mengatur waktu antara tanggungjawabnya dalam keluarga dan belajar. Selain waktu manajemen pemikiran juga sulit karena begitu menikah masalah-masalah dahulu yang belum ada mendadak bermunculan secara serentak. Bagaimana memahami pasangan hidup baru, bagaimana jika hamil dan melahirkan, bagaimana mendidik anak, bagaimana mencari rumah, ikut mertua atau cari kontrakan sendiri, bagaimanan bersikap kepada mertua, tetangga dan lain-lain apalagi masih harus memikirkan pelajaran. Modal awalnya adalah manajemen diri sendiri. Ketika seseorang sudah sejak dini berlatih untuk hidup mandiri, akan mudah baginya untuk hidup berkeluarga.
Hal ini juga dipersulit dengan adanya hambatan dari orang tuanya yang terus melarang anaknya untuk tidak melaksanakan pernikahan saat masih kuliah, padahal dalam hadits Rasulullah SAW telah disebutkan :
“ Apabila seseorang yang agama dan akhlaknya baik melamar kamu, maka hendaklah kamu nikahkan ia dengan anakmu. Jika kamu tidak melaksanakanya, niscaya akan menjadi fitnah di muka bumi dan bencana yang meluas”.(HR. At-Tirmidzi).
Orang tua terkadang melupakan hal ini, sehingga tidak jarang kita temukan anak-anak muda yang terjerumus ke dalam seks di luar nikah, karena salah satu penyebabnya adalah karena telat nikah. Tertundanya pernikahan seorang gadis akan menimbulkan banyak pertanyaan dan penafsiran , bahkan dianggap sebagai suatu aib. Meskipun demikian, pada tahun-tahun terakhir ini telah muncul fenomena bertambahnya rata-rata usia pernikahan seorang pria maupun wanita dibandingkan dengan tahun-tahun sebelumnya. Penundaan usia pernikahan ini disebabkan oleh semakin diminatinya pendidikan tinggi di universitas universitas di dunia islam.
Orang yang memperhatikan kondisi masyarakat secara umum akan menjumpai bahwa seorang pria bisa menikahi seorang wanita dalam usia berapapun. Kesempatanya untuk memilih pasangan yang sesuai akan bertambah, apabila tingkat pendidikan, ekonomi, dan status sosialnya semakin tinggi, apalagi jika seorang yang memiliki popularitas dan lingkungan sosial yang populer juga.
Adapun justru wanita sebaliknya, semakin tinggi tingkat pendidikanya, maka semakin sedikitlah kesempatannya untuk menikah, kecuali apabila ia telah menikah sejak sebelum menyelesaikan studinya dan menerima ijazah. Akan tetapi, jika ia tidak juga menikah sampai memperoleh gelar sarjana dari perguruan tinggi atau yang setara denganya atau lebih tinggi lagi semisal S2, dan S3, kesempatan untuk menikah lebih kecil dibandingkan gadis yang tidak mengenyam pendidikan tinggi. Rasululah SAW bersabda : “ wahai para pemuda, barangsiapa diantara kamu yang telah mampu menikah, hendaklah menikah; karena sesungguhnya pernikahan itu lebih menahan pandangan dan lebih menjaga kemaluan; dan barangsiapa yang yang tidak mampu menikah, hendaklah berpuasa, karena berpuasa itu menjadi peredam nafsu baginya.”
Agama islam menghargai pernikahan dengan penghargaan yang tinggi, dan menganjurkan dilaksanakanya pernikahan selama ada kemungkinanya untuk itu. Pernikahan merupakan keharusan karena ia memberikan perlindungan dan penjagaan bagi pemuda muslim, khususnya dalam situasi banyaknya godaan. Selain itu, pernikahan bisa mewujudkan ketenangan dan ketentraman.
Ada kata-kata bijak yang mengatakn, “ tergesa-gesa itu terpuji dalam lima hal; sudah mendapatkan pasangan yang setara (lalu menikah), menguburkan mayit, mengunjungi orang sakit, melaksanakan sholat apabila telah datang waktunya, dan menyuguhkan makanan bagi tamu apabila ia mampu”.
Dikutip dari buku “ Ladang Pahala Cinta, Berumah Tangga Menuai Berkah” oleh : Deni Sutan Bahtiar.
So, mau menikah sambil kuliah atau kuliah dulu baru menikah???
hidup itu pilihan, apa yang sekarang kita lakukan adalah keputusan hari kemarin dan apa yang akan kita lakukan itu adalah keputusan hari ini.
Tulisan ini bukan untuk menggurui, hanya sekedar berbagi ilmu saja!!!